VIVA.co.id -
Belakangan, masyarakat dikejutkan dengan berita penemuan pabrik pembuat es
batu, yang bahan dasar pembuatannya air kali kotor di Kali Malang. Pabrik ini
tak hanya mengolah es batu balok dari air tak matang, namun juga mencampur
dengan zat-zat kimia berbahaya. Tujuannya, menciptakan es batu balok yang
bening, sehingga tak membuat pembeli curiga.
Sindikat pembuat es batu berbahaya itu terungkap setelah jajaran Polsek Setia
Budi menemukan kejanggalan pada es batu yang dijual, di sebuah warung yang ada
di Jalan Setia Budi I, Kelurahan Karet, Jakarta. Untuk menelusuri kasus ini,
polisi menahan dua tersangka pemilik pabrik pembuat es, berinisial DD, 55
tahun, dan AL, 55 tahun, yang bertugas mengambil air di Kali Malang.
Pabrik nakal pembuat es batu berbahaya ini bernama PT EU, beralamat di Jakarta
Timur, dan konon sudah beroperasi selama 15 tahun. Kapolres Metro Jakarta
Selatan, Kombespol Wahyu Hadiningrat menuturkan, selama ini, aksi para pembuat
es itu tak pernah terendus. Setelah kasus ini terungkap, pabrik itu ditutup.
Kasus ini mulai tercium, setelah ada banyak warga yang melapor ke Polsek Setia
Budi, tentang gejala keracunan yang dialami usai mengomsumsi es batu, yang
dijual seorang agen es batu di Jalan Setia Budi I.
"Setelah kita ambil sampel dari penjual dan
kita bawa ke lab, hasilnya positif es batu di sana mengandung zat kimia,"
ujar Kapolres, pada Kamis, 26 Maret 2015.
Positif bakteri coli
Polisi menjelaskan, zat kimia yang digunakan adalah kaporit, soda api, tawas,
dan anti foam. Zat-zat kimia ini digunakan produsen es batu nakal, untuk
menjernihkan air kali yang akan dibekukan.
"Es batu produksi mereka positif mengandung
bakteri coli, dengan kadar mencapai 70 persen," kata Wahyu.
Saat diinterogasi, pembuat es batu berbahan kimia itu mengaku, menggunakan air
kotor Kali Malang guna menekan biaya. Setiap hari, tersangka mengambil air dari
aliran kali menggunakan truk tangki. Air yang kotor dan pekat itu, lalu dibawa
ke pabrik pembuatan es batu ini yang ada di Jakarta Timur.
Di tempat itu, air kali ini dioplos dengan bahan kimia untuk menghasilan es
batu yang terkesan bersih. "Hasilnya berupa es balok yang dipasarkan di
wilayah Jakarta, seperti yang kita ungkap di Setia Budi itu," jelas Wahyu.
Tersangka akan dijerat pasal berlapis, pasal 94 (3), pasal 45 (3) UU No 7 Tahun
2004, tentang Sumber Daya Air dengan ancaman tiga tahun penjara dan denda Rp500
Juta.
Juga pasal 62 UU No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dengan ancaman
lima tahun penjara, denda Rp2 miliar. Lalu pasal 135, pasal 140 UU No 8 Tahun
2012, tentang pangan, dengan ancaman dua tahun penjara serta denda Rp4 miliar.
Risiko gagal ginjal
Ria Zulfa, 36 tahun, seorang ibu rumah tangga punya komentar sendiri tentang
penutupan pabrik, pembuat es batu oplosan zat kimia itu. “Saya kaget waktu baca
berita ini, karena saya punya anak kecil kelas satu SD. Mau tak mau, jajanan
dia ada yang berhubungan dengan es batu. Saya khawatir, apakah es batu yang
anak saya konsumsi aman?” ujarnya cemas, saat diwawancara Kamis, 26 Maret
2015.
Sebagai seorang ibu, ia katakan mendukung tindakan polisi untuk menindak tegas
penutupan pabrik es batu yang menyalahi aturan. Karena, tidak ada orangtua yang
mau anaknya melahap makanan atau minuman, yang tak layak dikonsumsi.
Dokter Samuel Oetoro, MS, Sp.GK, memahami kekhawatiran yang dirasakan
masyarakat. Ia mengatakan, jelas berbahaya mengonsumsi es batu dari air kotor.
Efeknya juga buruk bagi tubuh. Menurutnya, es batu yang diambil dari air kali,
berisiko mengandung virus, dan bakteri.
“Yang benar, ya jelas es batu yang dibuat dari air yang dimasak matang.
Sayangnya setelah sudah jadi es batu, kita sulit membedakan, mana es batu yang
layak konsumsi, mana yang tak layak. Kan dia bening, jadi susah melihatnya
secara kasat mata. Satu-satunya cara untuk anak Anda terhindar, ya jangan
biarkan mereka minum es batu,” ujar ahli gizi tersebut.
Samuel juga kaget, saat tahu kalau es batu yang dibuat PT EU menggunakan zat
kimia, karena ini risikonya bukan sekadar bakteri lagi. “Ini bisa kena ke liver
dan ginjal terganggu. Karena dua organ ini bertugas menetralisir zat berbahaya
yang masuk ke tubuh. Nah, kalau kerjanya terlalu keras dan berat, risikonya
gagal ginjal. Jadi, jangan main-main, ini risikonya besar,” tambah Samuel.
Penanganan lintas sektor
Salah satu pihak yang merasa prihatin dengan kasus ini adalah BPOM. Badan
negara yang bertugas memantau peredaran obat dan makanan di negara kita.
Diwawancara Kamis malam, Kepala BPOM Roy Sparringa, M.App, Sc, mengatakan
pihaknya tidak ada habis-habisnya mengingatkan berbagai pihak tentang bahaya
kasus ini.
“Ini bukan kasus pertama yang kami temukan. Semua pihak harus berpartisipasi
menangani masalah ini. Kami perlu bicarakan hal ini lebih intens dengan
Disperindag, juga dengan pemerintah di daerah. Ini salah satu sumber masalah
pula bagi jajanan anak-anak sekolah,” ujar pria berkacamata itu.
Menurut BPOM, solusi penangan masalah ini harus diselesaikan sampai ke
sumbernya (produsen es batu berbahaya). Tak boleh ada pihak yang meremehkan
kasus ini.
Untuk itu, Roy telah menginstruksikan ke seluruh jajaran BPOM di kota dan
daerah untuk mendata semua industri es batu yang ada. Setelah terdata, mereka
harus diberi pembinaan, bagaimana cara membuat es batu yang food grade,
agar bisa dikonsumsi publik.
Roy menerangkan, selama ini banyak pabrik yang berkilah mereka membuat es batu
balok, bukan untuk dicampur minuman, tapi untuk mendinginkan ikan. Namun
masalahnya, banyak yang disalahgunakan setelah produk itu menjadi es batu
balok. Dikatakan hal ini harus ditangani oleh lintas sektor, karena tidak bisa
BPOM bekerja sendiri.
Menjadi konsumen kritis
“Saya ingin momen ini digunakan untuk membuka mata kita semua, bahwa ini
isu yang harus ditangani bersama. Kami sedang siapkan pula, kajian ilmiah yang
akan diumumkan ke masyarakat, tentang apa saja kandungan dalam batu es itu,”
ujar Roy Sparringa.
Ia pun memberi saran, lebih baik masyarakat mencari minuman yang sudah dingin
dari kulkas. Ketimbang harus mencari minuman dengan es batu, karena ada risiko
terkena penyakit di sana.
“Kalau Anda tahu, bahwa es batu yang akan dikonsumsi adalah es batu balok,
sudah tidak ada keraguan, harus dihindari. Karena peruntukannya memang bukan
untuk dicampur dalam minuman, tapi untuk mendinginkan daging,” terang kepala
BPOM.
Jika es batu kristal, kata dia, gunakan hak sebagai konsumen untuk bertanya,
ini es batunya berasal dari mana? "Buat sendiri atau disuplai? Kalau bikin
sendiri, kejar lagi dengan pertanyaan, ini pakai air matang atau tidak?
Intinya, jangan mudah menerima apa saja makanan dan minuman yang disuguhkan.
Cerewet sedikit tidak masalah, demi menjaga kesehatan kita dan keluarga,"
katanya. (umi)
Laporan: Irwandi - Jakarta